Kisah Tauladan I : Uwais Al-Qarni
Saudara-saudaraku seiman yang insya Allah dimuliakan Allah Subhanahu wata'ala, pada kesempatan kali ini kita akan mengulas sebuah kisah haru sekaligus sebuah tauladan bagi kita semua terkhusus bagi kaum muda. Kisah seorang Pemuda miskin yang memiliki cacat tubuh, dibanyak area tubuhnya kulit tampak bercak-bercak putih (dalam ilmu kesehatan disebut Vitiligo). Ia adalah UWAIS AL-QARNI, seorang anak yatim yang tinggal bersama ibu nya yang sudah tua, lumpuh dan rabun matanya.
Uwais Al-qarni dalam kesehariannya banyak menerima olok-olokan, bahan tertawaan bahkan tuduhan mencuripun dilemparkan kepadanya. Dalam kesibukannya sebagai pengembala domba, Uwais tidak pernah meninggalkan ibadahnya. Meski menghadapi hidup yang berat, makan apa adanya dari hasil pekerjaannya tersebut, Uwais Al-qarni masih suka berbagi kepada tetangganya.
Uwais Al-qarni berasal dari negri Yaman, Pemuda ini telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Semua informasi tentang Islam hanya didengarnya dari tetangga yang pulang dan pergi ke Madinah untuk bertemu Rasulallah secara langsung. Terkadang ia bersedih hati dan menangis, Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal.
Uwais Al-Qarni dikenal sebagai anak yang taat beribadah dan patuh pada ibunya. Ia pun sering kali puasa. Pada suatu hari, Ibunya memamnggil dan berucap dengan suara lembut dalam kelemahannya “Anakku, mungkin Ibu tak lama lagi akan bersamamu. Ikhtiarkan agar ibu dapat mengerjakan haji,” pinta sang ibu. Ketika itu Uwais hanya mampu terdiam, menitikkan airmata, dengan tangannya mengelus bahu Sang Ibu.
Uwais Al-qarni termenung, membayangkan perjalanan ke Mekkah sangatlah jauh, melewati padang tandus yang panas. Orang-orang biasanya menggunakan unta dan membawa banyak perbekalan. Lantas bagaimana hal itu bisa Ia lakukan sebagaio orang miskin dan tidak memiliki kendaraan...
Keesokan harinya Uwais mulai menyisihkan uang dari upahnya menggembalakan hewan penduduk sekitarnya hingga terbelilah seekor anak lembu yang baru lahir. Dibuatkannya anak bayi lembu itu sebuah kandang kecil di atas bukit yang cukup tinggi, setiap hari digendongnya lembu tersebut untuk turun kebawah bukit dimana Uwais biasa mengembala ternak, sore hari digendongnya kembali menaiki bukit untuk ditaruh dikandangnya. Rutinitas harian itu menjadi bahan tertawaan, ejekan, dan di anggap prilaku yang aneh tidak waras oleh lingkungan sekitarnya. "Uwais gila...uwais gila..." begitulah ejekan beberapa orang ketika menyaksikan Uwais turun naik menggendong lembunya yang semakin terlihat besar.
Terang saja dianggap seperti itu, kenapa tidak dibuatkan kandang dekat rumahnya saja untuk memudahkan. Namun Uwais lapang dada, dia hanya berserah diri kepada Allah SWT seraya meneruskan rencana yang ada dibenaknya. Semakin hari lembu semakin besar dan semakin besar pula tenaga yang dibutuhkan Uwais Al-qarni untuk menggendongnya, namun karena dilakukan sebagai rutinitas harian bahkan beberapa kali dalam sehari, kelelahan itu tidak lagi terasa olehnya.
Setelah melalui 8 bulan, sampailah pada puncak musim haji. Lembu tersebut memiliki berat 100 kg, Uwaispun tangan dan tubuhnya semakkin berotot. Ia tampak perkasa mengangkat barang, barulah orang-orang sadar bahwa latihan yang dilakukan Uwais selama ini untuk dapat menggendong Ibu nya.
Uwais Al-qarni menggendong Ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Makkah! Subhanallah, luar biasa, alangkah besar cinta Uwais pada ibunya itu. Ia rela menempuh perjalanan jauh dan sulit, demi memenuhi keinginan ibunya. Berbadan tegap, Uwais wukuf mengitari Ka'bah sambil menggendong ibu nya. Sang Ibu pun berlinangan air mata menyaksikan Baitullah meski samar-samar karena kerabunan matanya. Akhirnya kedua mereka berdoa dihadapan Ka'bah :
- “Ya Allah, ampuni semua dosa ibu,” kata Uwais.
“Bagaimana dengan dosamu?” tanya sang Ibu keheranan.
Uwais menjawab, “Dengan terampuninya dosa ibu, maka ibu akan masuk surga. Cukuplah ridha dari ibu yang akan membawaku ke surga.”
Beliau berdua sengaja mencari di sekitar Ka’bah karena Rasulullah berpesan, “Di zaman kamu nanti akan lahir seorang manusia yang doanya sangat makbul. Kalian berdua, pergilah cari dia. Dia akan datang dari arah Yaman, dia dibesarkan di Yaman.”
“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kamu durhaka pada ibu dan menolak kewajiban, dan meminta yang bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah, membenci padamu banyak bicara, dan banyak bertanya, demikian pula memboroskan harta (menghamburkan kekayaan).” (HR Bukhari dan Muslim).
Uwais Al-qarni pergi ke Madinah
Pada suatu hari Uwais Al-Qarni mendekati ibunya seraya berkata ingin berbagi cerita, Beliau mengeluarkan isi hatinya dan mohon izin kepada ibunya agar ia diperkenankan pergi menemui Rasulullah di Madinah. Ibu Uwais Al-Qarni sangat terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Ia memaklumi perasaan Uwais Al-Qarni seraya berkata, “Pergilah wahai Uwais, anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Dan jika telah berjumpa dengan Nabi, segeralah engkau kembali pulang.”
Setelah menempuh perjalanan jauh, melalui padang pasir tandus dan terik matahari akhirnya sampai juga Uwais di Madinah. Setelah bertanya-tanya sampailah di rumah Nabi Muhammad SAW, Uwaispun mengetuk pintu rumah tersebutseraya mengucapkan salam. Keluarlah seseorang seraya membalas salamnya. Segera saja Uwais Al-Qarni menanyakan Nabi saw. yang ingin dijumpainya. Namun ternyata saat itu Nabi tidak berada di rumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. Uwais Al-Qarni hanya dapat bertemu dengan Siti Aisyah ra., istri Nabi Muhammad SAW.
Uwais Al-qarni sangatlah sedih, kecewa, karena kedatangannya dari jauh untuk bertemu Baginda Nabi tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Maksud hati ingin menunggu Rasulullah pulang, apalah daya, Uwais terngiang pesan Ibunda tercinta. Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW. Uwais Al Qarni dengan terpaksa pamit kepada Siti Aisyah r.a., untuk segera pulang kembali ke Yaman, dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi.
Perang telah berakhir, Baginda Nabi kembali kerumah. Sesampainya di rumah, Nabi menanyakan kepada Siti Aisyah r.a., tentang orang yang mencarinya. Menurut keterangan Siti Aisyah r.a. memang benar ada yang mencari Nabi dan segera pulang ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa Uwais Al-qarni anak yang taat kepada ibunya, dia adalah penghuni langit. Mendengar perkataan Nabi, Siti Aisyah r.a. dan para sahabat tertegun. Nabi Muhammad melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al Qarni, penghuni langit itu, kepada sahabatnya, “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengah telapak tangannya.”
Sesudah itu Nabi memandang kepada Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khaththab seraya berkata, “Suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.”
Tahun terus berganti, sampai pada waktunya Rasulullah SAW wafat. Bahkan periode kekhalifahan Abu Bakar pun telah berganti estafet ketangan Uman bin Khatab. Suatu hari Umar bin Khatab teringat pesan Nabi, dan beliaupun mengajak Ali bin Abi Thalib mencari sosok Uwais Al-qarni sosok penghuni langit.
Sejak saat itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib selalu menanyakan tentang Uwais Al Qarni, si fakir yang tak punya apa-apa itu. yang kerjanya hanya menggembalakan domba dan unta setiap hari. Suatu hari rombongan kafilah itu pun tiba di Kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang baru datang dari Yaman, segera Khalifah Umar ra. dan sahabatnya Ali ra. mendatangi mereka dan bertanya apakah Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni ada bersama mereka, kebetulan dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, Khalifah Umar ra. dan Ali ra. segera pergi menjumpai Uwais Al-Qarni.
Sesampainya mereka di perkemahan tempat Uwais berada, Khalifah Umar ra. dan Ali ra. memberi salam. Tapi rupanya Uwais Al-qarni sedang Shalat. Setelah mengakhiri Shalat-nya dengan salam, Uwais menjawab salam Khalifah Umar ra. dan Ali ra. seraya mendekati kedua tamunya tersebut dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Sewaktu berjabatan tangan, Khalifah Umar ra. dengan segera membalikkan tangan Uwais, untuk melihat tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais, seperti yang pernah dikatakan oleh Nabi saw. Memang benar! Tampaklah tanda putih di telapak tangan Uwais Al-Qarni.
Lalu percakapan dimulai, Khalifah Umar bertanya siapakah nama saudara? "Abdullah", jawab Uwais. serta merta kedua gtamunya tertawa dan berkata, "Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?" Uwais kemudian berkata, "Nama saya Uwais al-Qorni".
Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. akhirnya Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib memohon agar Uwais membacakan doa dan Istighfar untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “Saya lah yang harus meminta do’a pada kalian”.
Mendengar perkataan Uwais, “Khalifah berkata, “Kami datang kesini untuk mohon doa dan istighfar dari Anda”. Seperti dikatakan Rasulullah sebelum beliau wafatnya. Akhirnya karena desakan kedua sahabat ini, Uwais Al-Qarni akhirnya mengangkat tangan lalu berdoa dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menampik dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”
Setelah kejadian itu, nama Uwais Al-Qarni kembali tenggelam dan tidak banyak terdengar beritanya. Tapi diriwayatkan dalam sebuah cerita ada seorang lelaki pernah bertemu dan dibantu oleh Uwais. Kata orang itu, waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju ke tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin ribut bertiup dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat.
Pada saat itu, kami melihat seorang lelaki yang mengenakan selimut berbulu di berada di satu sudut kapal lalu kami memanggilnya. Lelaki itu bangun lalu melakukan shalat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. Wahai waliyullah, Tolonglah kami! Tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi, Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami! Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: Apa yang terjadi? Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dibadai ribut dan dihantam ombak? tanya kami.
Dekatkanlah diri kalian pada Allah! katanya. Kami telah melakukannya. Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim! Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami yang lain tenggelam ke dasar laut bersama isinya.
Lalu orang itu berkata pada kami, Tidak mengapalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat. Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan? Tanya kami. "Uwais al-Qarni", Jawabnya dengan singkat. Kemudian kami berkata lagi kepadanya, Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir. Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah? tanya Uwais.
Ya,jawab kami. Orang itu pun melaksanakan shalat dua rakaat di atas air, lalu berdoa. Setelah Uwais al-Qarni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul kepermukaan air, lalu kami menaikinya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah sehingga tidak ada satupun yang tertinggal.
Uwais Al-Qarni pulang ke Rahmatullah
Beberapa tahun kemudian, Uwais Al-Qarni meninggal dunia. Anehnya, pada saat akan dimandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang berebut untuk memandikan. Saat mau dikafani, di sana pun sudah banyak orang-orang yang menunggu untuk mengafaninya. Saat mau dikubur, sudah banyak orang yang siap menggali kuburannya. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusung jenazahnya. Penduduk Kota Yaman tercengang.
Mereka saling bertanya-tanya, “Siapakah sebenarnya Uwais Al-Qarni itu? Bukankah Uwais yang kita kenal hanyalah seorang fakir, yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya sehari-hari pekerjannya hanya sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi oleh Allah Swt., hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamanmu.”
Berita meninggalnya Uwais Al-Qarni dan keanehan-keanehan yang terjadi saat wafatnya telah tersebar ke mana-mana. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni. Selama ini tidak ada orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni, hal itu disebabkan oleh permintaan Uwais Al-Qarni sendiri kepada Khalifah Umar ra. dan Ali ra. agar merahasiakan tentang dia. Barulah di hari wafatnya penduduk Yaman mendengar sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi SAW., bahwa Uwais Al-Qarni adalah penghuni langit. (HR. Muslim dari Ishak bin Ibrahim, dari Muaz bin Hisyam, dari ayahnya, dari qatadah, dari zurarah, dari Usair bin Jabir).
selengkapnya: